PENGARUH BUDAYA BIROKRASI EWUH-PAKEWUH TERHADAP EFEKTIVITAS SISTEM PENGENDALIAN INTERN
Harry Indrajit, Prof. Dr. Abdul Halim, M.B.A.
2013 | Disertasi | S3 STUDI KEBIJAKANSebagaimana diketahui suatu organisasi meliputi kultur dan struktur. Selama ini pembenahan lebih difokuskan pada struktur organisasi daripada kultur yang terdapat dalam organisasi. Padahal dalam kenyataannya kultur dapat mempengaruhi struktur organisasi. Kultur yang diteliti dalam disertasi ini adalah budaya birokrasi ewuh-pakewuh, sedangkan struktur yang diteliti adalah sistem pengendalian intern. Melihat kemungkinan ada korelasi antara pengaruh budaya birokrasi ewuh-pakewuh dengan efektivitas sistem pengendalian intern, penelitian ini penting untuk dilakukan guna membuat pemetaan seberapa signifikan budaya birokrasi ewuh-pakewuh dapat berpengaruh terhadap efektivitas sistem pengendalian intern. Penelitian ini menggunakan penggabungan metode, yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mixed methods). Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, peneliti melakukan survei menggunakan instrumen kuesioner kepada pejabat struktural eselon 2, eselon 3, eselon 4, pegawai non struktural, dan pejabat fungsional auditor sebagai unit analisis dengan lokasi (locus) di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Di samping itu digunakan pendekatan kualitatif sebagai fasilitator pendekatan kuantitatif, dengan melakukan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta wawancara mendalam (indepth interview) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dengan pejabat struktural eselon 2, eselon 3, eselon 4, pegawai non struktural, dan pejabat fungsional auditor sebagai unit analisis. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) merupakan unit budaya (cultural units) yang merupakan representasi dari 67 unit budaya kementerian/lembaga. Dengan demikian, analisis yang dilakukan adalah atas tingkat budaya (culture level), tidak atas tingkat individu. Berdasarkan hasil analisis atas data kuantitatif dengan dukungan data kualitatif diperoleh pemaknaan secara empirik bahwa budaya ewuh-pakewuh terbukti dapat membahayakan eksistensi organisasi birokrasi untuk melaksanakan tata kelola kepemerintahan yang baik karena memunculkan risiko penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat birokrat untuk melakukan perbuatan korupsi sebagai dampak dari aktivitas risk assessment dan monitoring yang tidak efektif. Budaya birokrasi ewuh-pakewuh dapat diminimalisasi atau direduksi dengan mengembangkan kepemimpinan yang kondusif dan pembinaan sumber daya manusia yang sehat oleh para atasan terhadap para bawahan mereka disertai dengan implementasi regulasi berupa kebijakan, aturan, dan prosedur yang formal, impersonal dan rasional.
As known that an organization comprises culture and structure. The focus is heavily on restructure of the organization rather than on culture within the organization. The culture being studied in this dissertation is bureaucratic culture ewuh-pakewuh while the structure being studied is internal control system. Due to any possibility of corelation between bureaucratic culture ewuh-pakewuh and internal control system, hence this research is important to be done in order to make a mapping how bureaucratic culture ewuh-pakewuh can affluence the effectiveness of internal control. This research using both quantitative as well as qualitative method (mixed methods). By using quantitative approach, the researcher make surveys by using questionaires to employees with stratification of echelon 2,3,4, staff and auditors as unit of analysis in Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia, and Kementerian Tenaga Kerja danTransmigrasi as well as Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Beside that, qualitative approach supports quantitative by conducting focus group discussion in Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia as well as in-depth interviews in Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi and Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) with unit of analysis of employees with stratification of echelon 2,3,4, staff and auditors. Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi and Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) in this case play role as cultural units representing 67 cultural units of ministries and agencies, and consequently analysis made on culture level not on individual level. Based on analysis coming from statistical data, focus group discussion, and in-depth interviews, empirical condition stated that bureaucratic culture ewuh-pakewuh is still exists in bureaucracy and actually the effect of this one can threaten the existence of bureucratic organizations due to fraud and misuse of power by key person of bureaucrats as a results of ineffective both risk assessment and monitoring. Bureaucratic culture ewuh-pakewuh could be minimized or reduced by developing conducive leadership done by the superiors toward the subordinates simultant with the implementation of regulation namely formal, impersonal, and rational policies, sound rules as well as sound procedures.
Kata Kunci : Budaya Birokrasi dan Sistem Pengendalian Intern